Dibuat dengan AI

Mengurai Perspektif Bentuk Bumi dalam Al-Qur’an: Catatan atas Penjelasan Ustaz Adi Hidayat

Oleh: Dwi Angga OKtavianto

Diskusi mengenai bentuk Bumi—bulat atau datar—sering menjadi bahan perbincangan yang menarik, terlebih ketika pandangan agama turut dilibatkan. Baru-baru ini, Ustaz Adi Hidayat (UAH) kembali menyoroti isu tersebut dalam salah satu ceramahnya (lihat https://www.youtube.com/watch?v=yRX5xZZVQXA). Dalam ceramah itu, UAH membahas bagaimana Al-Qur’an mengisyaratkan bentuk Bumi yang dapat ditafsirkan melalui pendekatan ilmiah.

Bumi dalam Perspektif Al-Qur’an

Menurut Ustaz Adi Hidayat, Al-Qur’an menyebutkan beberapa istilah kunci terkait Bumi. Salah satunya adalah kata “dahāha” yang ditemukan dalam Surah An-Nazi’at ayat 30:

“Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.”

Kata dahāha berasal dari akar kata Arab dahw, yang memiliki makna “memipihkan” atau “membentuk seperti telur burung unta.” Ini sering ditafsirkan oleh ulama dan ilmuwan Muslim modern sebagai bentuk Bumi yang bulat tetapi sedikit pipih di kutubnya, mirip dengan bentuk geoid yang diakui oleh sains modern.

Selain itu, ada beberapa ayat lain yang secara implisit mendukung gagasan bahwa Bumi memiliki bentuk bulat, di antaranya:

  1. Surah Az-Zumar: 5“Dia menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam.”Dalam ayat ini, kata kerja yukawwiru yang berarti “menutupkan” berasal dari kata takwir, yang dalam bahasa Arab mengacu pada sesuatu yang digulung atau dibungkus, seperti menggulung sorban. Ini mengisyaratkan bahwa Bumi memiliki sifat melingkar sehingga malam dan siang dapat “melilit” satu sama lain secara bergantian.
  2. Surah Al-Baqarah: 22“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap.”Meskipun kata hamparan sering dipahami sebagai datar, banyak ulama berpendapat bahwa istilah ini lebih merujuk pada fungsi permukaan Bumi yang dihamparkan untuk kehidupan manusia, bukan bentuk geometrisnya. Dalam tafsir modern, kata ini lebih dipahami sebagai deskripsi pengalaman manusia di atas permukaan Bumi, yang memang terasa datar pada skala lokal.
  3. Surah Luqman: 29“Tidakkah engkau melihat bahwa Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam?”Penggunaan istilah yulijul layla fin-nahari wa yulijun-nahara fil-layli (memasukkan malam ke dalam siang dan sebaliknya) memberikan indikasi bahwa proses ini hanya mungkin terjadi jika Bumi berbentuk bulat. Pergantian malam dan siang yang mulus secara bertahap merupakan salah satu konsekuensi langsung dari bentuk Bumi yang melingkar.
  4. Surah An-Naba’: 6-7“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak?”Di sini, kata “pasak” (awtād) merujuk pada gunung-gunung yang menstabilkan permukaan Bumi. Dalam sains geologi modern, konsep ini sering dikaitkan dengan teori lempeng tektonik yang bekerja pada permukaan bulat Bumi.

Dikotomi Ilmu dan Agama

Penjelasan Ustaz Adi Hidayat ini sejalan dengan pendekatan moderat yang mencoba menjembatani ilmu pengetahuan modern dan teks agama. Di era ketika teori sains mengenai bentuk Bumi sebagai geoid telah diterima secara universal, sebagian kelompok tetap mempertahankan pandangan bahwa Bumi datar atas dasar literalisme ayat. Hal ini menimbulkan gesekan antara tafsir tradisional dan realitas ilmiah.

Namun, penjelasan UAH membuka ruang dialog yang produktif. Alih-alih mempertentangkan ilmu dan agama, ia mengajak umat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan sebagai sarana memperkuat keimanan. Ia menekankan bahwa memahami ayat Al-Qur’an memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan konteks bahasa, budaya, dan sains.

Mengapa Penting untuk Meluruskan Persepsi?

Perdebatan tentang bentuk Bumi mungkin tampak sederhana dan tidak relevan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, isu ini mencerminkan tantangan yang lebih besar: bagaimana umat Islam dapat menghadapi modernitas tanpa kehilangan esensi keimanannya. Salah satu cara yang ditawarkan Ustaz Adi Hidayat adalah dengan menanamkan budaya literasi Al-Qur’an yang mendalam, sehingga umat dapat memahami ayat-ayat suci secara lebih kontekstual.

Selain itu, UAH juga mengingatkan agar tidak menjadikan isu ini sebagai ajang polemik yang memperlebar jurang di antara umat. Sebaliknya, ia mengajak umat untuk fokus pada hal-hal yang lebih esensial, seperti memperbaiki kualitas akhlak dan membangun peradaban yang lebih baik.

Penutup

Penjelasan Ustaz Adi Hidayat tentang bentuk Bumi menunjukkan bahwa teks agama dan ilmu pengetahuan tidak harus dipertentangkan, melainkan dapat saling melengkapi. Dengan pendekatan yang mendalam dan moderat, kita dapat memahami bahwa Al-Qur’an bukan hanya kitab petunjuk moral, tetapi juga sumber inspirasi yang dapat diterjemahkan melalui lensa keilmuan modern.

Pertanyaannya kini bukan lagi apakah Bumi itu bulat atau datar, tetapi bagaimana kita sebagai manusia dapat menjaga Bumi yang telah Allah hamparkan sebagai tempat tinggal ini dengan penuh tanggung jawab.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *