Geografi bukan sekadar pelajaran menghafal nama-nama tempat. Lebih dari itu, ia adalah jendela untuk memahami dunia: bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungannya, bagaimana pola spasial terbentuk, dan bagaimana kita merancang masa depan yang berkelanjutan. Namun, bagaimana geografi diajarkan di berbagai negara? Inggris, Swedia, dan Finlandia menawarkan pendekatan berbeda yang mencerminkan filosofi pendidikan mereka.
Inggris: Terjebak dalam Deskripsi?
Di Inggris, geografi diajarkan sebagai mata pelajaran wajib hingga usia 14 tahun. Kurikulumnya menekankan pengetahuan deskriptif tentang lokasi, fitur fisik, dan interaksi manusia-lingkungan. Struktur ini sejalan dengan pendekatan “knowledge turn” yang menekankan pentingnya “pengetahuan inti” sebagai landasan pendidikan. Namun, pendekatan ini dikritik karena cenderung terlalu berbasis hafalan dan kurang memberikan ruang bagi pemikiran kritis dan eksplorasi alternatif masa depan.
Swedia: Antara Geografi Regional dan Isu Lingkungan
Berbeda dengan Inggris, Swedia menggabungkan geografi dengan ilmu sosial lainnya, seperti sejarah dan pendidikan kewarganegaraan. Pendekatan ini menjadikan geografi sebagai alat untuk memahami persoalan sosial dan lingkungan. Namun, warisan geografi regional yang masih kental terkadang membatasi eksplorasi konsep yang lebih luas. Sejak reformasi kurikulum 2011, geografi semakin bergeser ke arah kajian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, meski evaluasi berbasis ujian nasional masih menjadi tantangan dalam penerapannya.
Finlandia: Membangun Warga Global yang Kritis
Finlandia dikenal dengan sistem pendidikannya yang progresif, dan geografi di negara ini tidak hanya diajarkan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai alat membentuk warga negara yang kritis. Kurikulumnya mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis, keberlanjutan, dan literasi spasial dalam pembelajaran. Siswa didorong untuk memahami hubungan antara manusia dan lingkungan, serta mempertimbangkan alternatif masa depan yang lebih berkelanjutan.
Menarik Pelajaran dari Tiga Negara
Dari ketiga model ini, kita dapat melihat bahwa kurikulum geografi bukan sekadar tentang materi ajar, tetapi juga tentang bagaimana suatu negara membentuk cara pandang generasi mudanya terhadap dunia. Inggris menampilkan kurikulum yang kaya akan fakta tetapi kurang fleksibel dalam pengembangan pemikiran kritis. Swedia mulai bergeser dari tradisi geografi regional menuju kajian lingkungan yang lebih aplikatif, meski masih menghadapi kendala dalam evaluasi. Sementara itu, Finlandia memberikan inspirasi dengan pendekatannya yang menekankan pada keterampilan berpikir kritis dan keterlibatan siswa dalam memahami dunia.
Bagi Indonesia, memahami model kurikulum ini dapat menjadi referensi dalam merancang pendidikan geografi yang lebih kontekstual, aplikatif, dan berorientasi masa depan. Dengan tantangan lingkungan dan sosial yang semakin kompleks, pendidikan geografi harus mampu melampaui sekadar penguasaan materi, tetapi juga membentuk pola pikir analitis dan solutif bagi generasi mendatang.
Referensi:
Lauren Hammond, Grace Healy, Gabriel Bladh & Sirpa Tani (24 Oct 2024):
Reflecting on the powers, possibilities and constraints of geography curricula in England,
Finland and Sweden, Journal of Curriculum Studies, DOI: 10.1080/00220272.2024.2420366

Transformasi pendidikan dimulai dari kita. Sahabatnya siswa dalam belajar.