Di tengah pesatnya kemajuan teknologi, pertanyaan tentang bagaimana sebaiknya kita mengajar generasi muda menjadi semakin relevan. Tak terkecuali dalam pendidikan geografi, sebuah bidang ilmu yang erat kaitannya dengan ruang, lingkungan, dan manusia. Apakah metode konvensional dengan guru sebagai pemandu di lapangan masih efektif? Ataukah aplikasi smartphone bisa menggantikannya? Pertanyaan ini mengemuka dalam sebuah penelitian menarik yang dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Jerman berjudul “Geography excursions with a smartphone app or a teacher: what works best?”
Penelitian tersebut membandingkan dua metode pembelajaran di luar kelas: menggunakan aplikasi smartphone dan dipandu langsung oleh guru. Mereka melibatkan siswa sekolah menengah atas dalam sebuah ekskursi geografi di kota Hamburg, Jerman. Tujuannya untuk mengetahui metode mana yang lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap lingkungan sekitar serta memupuk minat mereka terhadap geografi.
Teknologi vs Sentuhan Manusia
Di era digital ini, aplikasi pendidikan berbasis smartphone berkembang pesat. Beragam fitur interaktif, peta digital, augmented reality, hingga kuis langsung bisa diakses hanya dalam genggaman. Dalam penelitian tersebut, siswa yang menggunakan aplikasi diberi kesempatan menjelajah lokasi-lokasi penting sambil menerima informasi melalui ponsel. Di sisi lain, kelompok siswa lain dibimbing langsung oleh guru yang menjelaskan berbagai fenomena geografis di lokasi.
Hasilnya? Menarik. Kedua metode sama-sama mampu meningkatkan pengetahuan siswa, namun terdapat perbedaan signifikan dalam hal motivasi, pemahaman mendalam, dan interaksi sosial. Siswa yang dibimbing langsung oleh guru cenderung lebih termotivasi, merasa nyaman bertanya, serta mendapatkan penjelasan yang lebih kontekstual dan sesuai kebutuhan.
Sementara itu, aplikasi smartphone menawarkan kebebasan dan fleksibilitas. Siswa bisa belajar sesuai ritme mereka sendiri, memilih informasi yang paling menarik bagi mereka, dan mengeksplorasi fitur-fitur digital yang tersedia. Namun, tanpa kehadiran guru, beberapa siswa merasa kesulitan memahami konteks lokasi secara menyeluruh dan kurang mendapat dorongan untuk berdiskusi dengan teman-temannya.
Bukan Soal Siapa Lebih Baik, Tapi Bagaimana Menggabungkannya
Temuan penelitian ini seakan menegaskan bahwa teknologi tidak bisa sepenuhnya menggantikan peran guru, terutama dalam pembelajaran berbasis pengalaman seperti ekskursi geografi. Kehadiran guru tidak sekadar sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai motivator, fasilitator diskusi, dan penjaga suasana belajar yang kondusif.
Namun, bukan berarti teknologi tak punya tempat. Justru, ketika dikombinasikan dengan baik, teknologi dapat memperkaya pengalaman belajar. Aplikasi smartphone bisa digunakan sebagai alat bantu untuk menyediakan informasi tambahan, peta interaktif, atau dokumentasi visual. Sementara guru tetap memegang peran utama dalam membangun dialog, membimbing observasi, dan mendorong siswa berpikir kritis.
Pentingnya Konteks Budaya dan Sosial
Hal lain yang perlu dicermati adalah konteks sosial-budaya siswa. Penelitian tersebut dilakukan di Jerman, dengan siswa yang relatif akrab dengan teknologi dan sistem pendidikan terbuka. Bagaimana jika metode serupa diterapkan di Indonesia? Tentu perlu adaptasi.
Di banyak daerah di Indonesia, akses internet masih terbatas, sementara ekskursi langsung bersama guru bisa menjadi momen langka yang bermakna. Guru yang memahami karakter siswanya dapat menciptakan suasana belajar di luar kelas yang menyenangkan sekaligus edukatif. Mengandalkan aplikasi saja tanpa dukungan pendidik berpotensi membuat siswa kehilangan esensi pembelajaran geografi, yaitu memahami keterkaitan manusia dan ruang secara langsung.
Belajar di Luar Kelas Lebih dari Sekadar Informasi
Ekskursi geografi bukan semata-mata tentang melihat lokasi dan membaca fakta. Ia adalah pengalaman yang melibatkan pancaindra, emosi, dan interaksi sosial. Melihat langsung bagaimana sungai mengalir, merasakan suasana pasar tradisional, atau berdialog dengan penduduk lokal memberikan pelajaran yang tak bisa didapat hanya dari layar smartphone.
Dalam konteks ini, kehadiran guru menjadi jembatan penting yang menghubungkan siswa dengan lingkungan sekitar. Guru dapat menyesuaikan materi dengan kondisi lapangan, menjelaskan fenomena yang tak tercantum di aplikasi, serta membangun dialog yang memantik rasa ingin tahu siswa.
Mendorong Kurikulum yang Adaptif dan Kontekstual
Temuan dari penelitian ini patut menjadi bahan refleksi bagi dunia pendidikan Indonesia. Pembelajaran geografi di era digital tak cukup hanya mengandalkan aplikasi atau modul daring. Diperlukan kurikulum yang adaptif, yang mampu memadukan keunggulan teknologi dengan sentuhan personal guru.
Pemerintah dan penyusun kurikulum sebaiknya memberikan ruang lebih luas bagi kegiatan belajar di luar kelas, baik melalui ekskursi, observasi lingkungan, atau proyek lapangan. Di saat yang sama, teknologi digital harus diposisikan sebagai alat bantu, bukan pengganti.
Penutup
Di tengah derasnya arus digitalisasi, penting bagi kita untuk tidak kehilangan esensi pendidikan: membentuk manusia yang peka terhadap lingkungan sosial dan alamnya. Teknologi memang menawarkan kemudahan, tetapi sentuhan manusia — terutama dalam pembelajaran berbasis pengalaman seperti geografi — tetap tak tergantikan.
Menggabungkan aplikasi smartphone dengan peran aktif guru di lapangan bisa menjadi solusi ideal. Karena pada akhirnya, pendidikan terbaik adalah yang mampu memadukan teknologi canggih dengan kehangatan dialog antarmanusia.
Referensi:
Tim T. Favier & Veronique A. J. M. Schutjens (29 Apr 2025): Geography excursions with a smartphone app or a teacher: what works best?, Journal of Geography in Higher Education, DOI: 10.1080/03098265.2025.2498018

Transformasi pendidikan dimulai dari kita. Sahabatnya siswa dalam belajar.