Cekungan Barito bagian timur memiliki Formasi Tanjung. Formasi tersebut merupakan batuan sedimen tersier tertua di daerah ini.
Selain Formasi Tanjung, di daerah ini juga dialasi oleh batuan sedimen Kelompok Pitap, batuan vulkanik Kelompok Haruyan, Formasi Batununggal dan Paniungan, Granit Belawaian, dan batuan ultrabasa.
Cekungan Barito, sebagai salah satu cekungan tempat berakumulasinya sumber daya energi, memiliki endapan batubara dengan sebaran yang sangat luas. Tidak mengherankan jika banyak perusahaan tambang melakukan kegiatan penambangan di daerah ini.
Daerah yang kaya akan batubara ini sudah sejak Pra Kemerdekaan menjadi lokasi yang menarik bagi para geolog. Geolog yang pernah meneliti daerah ini diantaranya; Krol (1920 dan 1925), diikuti oleh Koolhoven (1933 dan 1935), van Bemmelen (1949), dan Marks (1956).
TATANAN GEOLOGI
Batuan sedimen Tersier di daerah ini dialasi oleh batuan Pratersier yang terdiri atas granit dan diorit berumur Kapur Awal, yang menerobos batuan malihan berumur Jura.
Di atas batuan tersebut terendapkan batulempung Formasi Paniungan dan batugamping Formasi Batununggal yang berumur akhir Kapur Awal. Tidak selaras di atasnya menindih batuan sedimen Kelompok Pitap yang terdiri atas Formasi Pudak (tidak tersingkap di daerah penelitian), Keramaian, dan Manunggul.
Kelompok ini menjemari dengan batuan gunung api Kelompok Haruyan (Formasi Pitanak dan Paau). Kedua kelompok batuan tersebut yang menjadi alas Cekungan Barito, berumur Kapur Akhir.
Batuan sedimen Tersier tertua di daerah ini adalah Formasi Tanjung berumur Eosen Akhir yang terbagi menjadi bagian bawah, tengah, atas, dan Anggota Batulempung. Formasi Tanjung tertindih secara selaras oleh Formasi Berai yang berumur Oligo-Miosen.
Formasi Berai di Cekungan Barito bagian utara dan barat menjemari dengan Formasi Montalat. Selanjutnya, Formasi Warukin yang berumur Miosen Tengah menindih secara selaras Formasi Berai.
Kemudian Formasi Warukin ini ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Dahor yang berumur Plio-Plistosen.
Sesar di daerah ini umumnya berupa sesar normal sampai geser normal (mendatar) (Gambar 2), membentuk penyesaran bongkah (block faulting). Blok bagian turun ditempati oleh endapan kelompok batuan Tersier, khususnya Formasi Tanjung.
FORMASI TANJUNG
Formasi Tanjung di daerah Binuang dan sekitarnya tersingkap di tiga lajur yang satu sama lain terpisahkan oleh sesar, yaitu Lajur Barat, Tengah, dan Timur.
Formasi Tanjung di Lajur Barat, tersingkap mulai dari sebelah timur Astambul Kabupaten Banjar di selatan, menyebar ke arah timur laut sampai ke daerah Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Lajur Tengah menempati Sungai Mengkaok, mulai dari muaranya di Sungai Riam Kiwa di bagian selatan, menyebar ke arah timur laut sampai dengan sebelah timur Gunung Kupang di utara.
Selanjutnya, Lajur Timur tersingkap di daerah Rantaunangka bagian timur.
Secara litostratigrafis Formasi Tanjung di daerah ini, dari tua ke muda menjadi bagian bawah, tengah, atas, dan Anggota Batulempung.
Bagian bawah Formasi Tanjung terdiri atas perselingan batupasir berbutir kasar, batupasir konglomeratan, dan konglomerat, dengan ketebalan berkisar antara 20 – 50 cm.
Kemudian diikuti oleh batupasir berbutir kasar berlapis tebal sampai pejal. Di beberapa tempat, dalam batupasir kasar dijumpai struktur sedimen perlapisan silang-siur dan sejajar, selain itu juga dijumpai sisipan batulumpur warna kelabu sampai kehitaman mengandung lapisan tipis batubara.
Selanjutnya, bagian tengah didominasi oleh batulempung kelabu berselingan dengan lapisan batubara, setempat dijumpai sisipan batupasir.
Batulempung kelabu, setempat sampai kehitaman, mengandung sisipan tipis (1 – 3 cm) batupasir halus warna kelabu, kompak. Sisipan batupasir (100 – 300 cm), berbutir sedang – kasar, warna kelabu terang, setempat menunjukkan struktur sedimen silang-siur.
Batubara warna hitam, mengilap (bright – bright banded), gores warna hitam, dengan pecahan konkoidal, dan ringan. Batubara ini dijumpai sebagai sisipan dengan ketebalan antara 50 sampai 450 cm.
Di beberapa tempat dijumpai perselingan batulanau dengan batupasir berbutir halus (1 – 3 cm), dengan struktur sedimen perairan sejajar, serta perlapisan wavy-lenticular dan flaser
Bagian atas Formasi Tanjung didominasi oleh perselingan tipis batulanau dan batupasir halus yang memperlihatkan struktur sedimen wavy dan lenticular bedding, serta juga flaser.
Selain itu, dijumpai sisipan batupasir berbutir halus berlapis tipis, tebal 2 sampai 5 cm, dengan struktur sedimen perarian sejajar. Selanjutnya, dijumpai pula sisipan batupasir berbutir kasar dengan ketebalan berkisar antara 1 sampai 5 m
LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA
Batuan sedimen pembawa batubara dalam Formasi Tanjung mnempati bagian tengah satuan, yang terdiri atas batulempung – batulanau warna kelabu sampai kehitaman, berasosiasi dengan perselingan batulumpur dan batupasir berbutir halus yang memperlihatkan struktur sedimen laminasi sejajar, serta perlapisan wavy, lenticular, dan flaser.
Lingkungan pengendapan batuan sedimen pembawa batubara dan batubara di Lajur Barat mulai dari lingkungan subakuatik (laut) sampai dengan upper – lower delta plain dengan fasies wet forest swamp (backmangrove sampai rawa air tawar)dalam kondisi genang laut.
Lajur Tengah termasuk ke dalam fasies wet forest swamp (backmangrove sampai rawa air tawar) pada lingkungan upper sampai lower delta plain, dalam kondisi genang laut.
Adapun lingkungan pengendapan batuan sedimen pembawa batubara dan batubara di Lajur Timur termasuk ke dalam fasies wet forest swamp (rawa air tawar) pada lingkungan paparan banjir, dalam kondisi genang laut.
Sumber Pustaka:
Heryanto. 2009. Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi Tanjung di daerah Binuang dan sekitarnya, Kalimantan Selatan. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 4 Desember 2009: 239-252
Transformasi pendidikan dimulai dari kita. Sahabatnya siswa dalam belajar.
Berdasarkan hikayat orang tua dulu, Binuang dahulu kala adalah lautan, proses revolusi bumi dari abad ke abad membuat Binuang jadi dataran cekungan, sehingga banyak di temukan batuan purba.
Bujur berarti hikayat tersebut Bro, karena secara perspektif geologi juga menyatakan yang demikian. Paragraf akhir mengkonfirmasi hikayat yang ada. Bahwa lingkungan pengendapan (berarti daerah cekung, berupa rawa dan laut) ada di Binuang. Sayangnya, hikayat yang ada merupakan sumber secara lisan, kalau saja secara tulis sudah pasti banyak menjadi acuan bagi peneliti-peneliti geologi generasi masa kini. Ini salah satu tantangannya, membuktikan hikayat berupa sumber lisan, menjadi tulisan.
Pingback: FORMASI GEOLOGI: BELAJAR DARI GRAND CANYON – Pendidikan Geosains