Setelah lebih dari lima tahun tanpa Ujian Nasional, Indonesia kini melangkah ke babak baru dalam dunia evaluasi pendidikan dengan hadirnya Tes Kemampuan Akademik (TKA). Kebijakan ini resmi diatur dalam Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025. Tentu saja, kehadiran TKA menimbulkan pro dan kontra. Namun, di tengah tuntutan akan sistem pendidikan yang berkeadilan dan akuntabel, TKA layak diposisikan bukan sebagai kemunduran, melainkan sebagai fondasi baru untuk memperkuat kualitas pendidikan nasional.
Selama bertahun-tahun, Ujian Nasional menjadi simbol “keseragaman” capaian pendidikan. Namun, ia juga menimbulkan beban psikis dan mengesampingkan keunikan potensi siswa. Ketika UN dihapus, banyak yang merasa lega. Tetapi, dalam perjalanannya, ketidakhadiran asesmen berskala nasional juga menyisakan kekosongan data penting untuk pemetaan mutu pendidikan. Kita kehilangan instrumen untuk melihat secara objektif bagaimana capaian siswa di seluruh Indonesia, lintas wilayah dan lintas jalur pendidikan.
TKA hadir bukan untuk menghidupkan kembali model evaluasi berbasis hukuman, tetapi sebagai asesmen akademik yang berfungsi untuk pemetaan, penyetaraan, dan pengembangan sistem. Di dalamnya terkandung semangat baru: asesmen yang adil, bermakna, dan tidak memvonis. TKA tidak menjadi penentu kelulusan, tetapi menjadi jendela untuk memahami capaian siswa, baik di jalur formal, nonformal, maupun informal.
Ujian untuk Semua, Bukan Hanya Sekolah Negeri
TKA memberi ruang kepada semua anak Indonesia, tanpa terkecuali. Siswa pendidikan nonformal seperti dari program Paket A, B, dan C, termasuk mereka yang belajar di rumah (homeschooling), berhak memperoleh pengakuan yang setara. Ini adalah bentuk nyata dari komitmen terhadap keadilan pendidikan. Sistem ini menciptakan level playing field di mana capaian siswa dari latar belakang pendidikan yang berbeda bisa diukur dengan instrumen yang sama.
Merespons Tantangan Global
Banyak negara di dunia tetap mempertahankan asesmen nasional dalam berbagai bentuk. Australia memiliki NAPLAN, Tiongkok dengan Gaokao, Inggris dengan GCSE, dan Brazil dengan ENEM. Semuanya memberikan data penting untuk pengembangan kebijakan pendidikan. Indonesia tidak boleh ketinggalan. Dalam konteks Kurikulum Merdeka yang memberi keleluasaan kepada guru dan satuan pendidikan, TKA menjadi alat ukur nasional yang memungkinkan perbandingan capaian antar daerah sekaligus menjaga akuntabilitas publik.
Tidak Perlu Takut
Sebagian kekhawatiran terhadap TKA adalah kembalinya tekanan akademik bagi siswa. Namun kekhawatiran ini perlu disikapi secara proporsional. TKA tidak menentukan kelulusan. TKA juga mengedepankan pendekatan berbasis literasi, numerasi, dan pemahaman mendalam, bukan sekadar hafalan. Dengan pendekatan digital dan fleksibilitas pelaksanaan, TKA justru dapat menjadi alat refleksi bersama bagi siswa, guru, dan pemangku kebijakan.
Peluang bagi Daerah
Daerah memiliki peran strategis dalam mendukung pelaksanaan TKA. Pemerintah daerah dapat menggunakan hasil TKA sebagai dasar intervensi pendidikan yang lebih tepat sasaran. Ketimpangan antar wilayah yang selama ini sulit dipetakan kini bisa dilihat melalui data TKA. Sekolah-sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) bisa memperoleh perhatian berdasarkan data objektif, bukan asumsi.
Tantangan dan Kesiapan
Tentu, tantangan dalam pelaksanaan TKA tidak kecil. Masalah infrastruktur, keterbatasan perangkat, serta kesiapan sumber daya manusia harus menjadi perhatian. Tetapi hal ini bukan alasan untuk menolak kebijakan. Justru menjadi panggilan untuk bersama membangun ekosistem asesmen nasional yang inklusif. Investasi dalam infrastruktur digital dan pelatihan teknis pelaksana TKA harus menjadi bagian dari strategi nasional.
Menuju Budaya Evaluasi yang Sehat
TKA bukan sekadar alat ukur. Ia adalah langkah awal menuju budaya evaluasi yang sehat dalam pendidikan. Kita harus membangun ekosistem di mana asesmen dilihat sebagai umpan balik, bukan hukuman. Sekolah tidak perlu takut “diranking”, tetapi harus didukung agar mampu membaca dan memanfaatkan data hasil TKA untuk pengembangan kurikulum dan strategi pembelajaran.
Penutup
Dalam dunia yang terus berubah dan semakin terhubung, pendidikan tidak cukup hanya mengandalkan intuisi atau pengalaman. Kita butuh data. Kita butuh tolok ukur. TKA hadir menjawab kebutuhan itu dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan inklusif. Dukungan terhadap TKA berarti dukungan terhadap sistem pendidikan yang transparan, akuntabel, dan berpihak kepada semua anak Indonesia. Bukan saatnya lagi kita bertanya, “Perlu ujian nasional atau tidak?”. Yang lebih penting adalah, “Ujian seperti apa yang memberi makna bagi pembelajaran dan pemerataan?” TKA adalah jawaban awal dari pertanyaan itu.
Transformasi pendidikan dimulai dari kita. Sahabatnya siswa dalam belajar.
