Data menunjukkan bahwa Pasar Game di Indonesia pada tahun 2018 sebesar US$ 1.1 Billion (sekitar Rp 15 Trilyun). Sangat besar bukan? Jadi kita tidak perlu terlalu heran jika sering melihat siswa main game, bahkan orang dewasa pun banyak yang main game?
Hampir semua siswa menginstal aplikasi game di telephone pintarnya. Game yang diinstal beragam, mulai dari game strategy, game moba, sampai adventure/action. Sebenarnya menginstal dan memainkan game bukanlah sebuah kesalahan, namun sering kali siswa lupa tugas utamanya, yakni sebagai insan pembelajar.
Masalah muncul ketika, siswa yang seharusnya mengendalikan game yang dimainkannya, tetapi malah menjadi dipermainkan oleh game tersebut. Waktu istirahat sibuk dengan gamenya, waktu tidur berkurang, dan tentu waktu belajar menjadi tidak ada.
Beberapa rekan penulis yang berprofesi sebagai guru sering mengeluhkan masalah game. Saat siswa di kelas bermain game, dan seketika guru masuk ke kelas, siswa merasa terganggu waktunya untuk bermain game. Ini bisa dilihat dari ekspresi ketidak sukaan siswa yang terlihat di wajah para pemain game. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak lagi memainkan game, tetapi mereka dipermainkan oleh game.
Kejadian serupa sering kali terjadi di rumah. Ketika anak main game, kemudian Si Anak diminta bantuan orang tua untuk membersihkan kamar atau diminta untuk makan. Biasanya Si Anak akan mengatakan nanti, dengan ekspresi terganggu keasikannya.
Apa Yang Membuat Game Menarik Bagi Siswa dibanding Belajar?
Setidaknya ada tiga elemen yang membuat sebuah game menarik, yakni Competition (Kompetisi), Engagement (Keterikatan), Immediate Rewards (Imbalan Langsung) (serc.carlenton.edu).
Kompetisi merupakan DNA bawaan yang ada pada diri manusia. Dengan adanya kompetisi manusia bisa survive (bertahan). Kompetisi dapat berupa antar individu maupun dalam bentuk pertandingan antar tim. Adanya kompetisi memuat motivasi siswa meningkat.
Dalam keterikatan terdapat unsur challenge (tantangan), curiosity (rasa ingin tahu), control (kontrol), dan fantasy. Manusia terlahir untuk menyukai tantangan, untuk menunjukkan jati diri, siswa pun demikian. Rasa ingin tahu yang besar, membangkitkan semangat siswa untuk mengekslorasi dan mengekploitasi sebuah game.
Kontrol permainan game ada pada pemain. Fantasy merupakan bagian dari Imajinasi. Jika kita ingat, seorang Ilmuan hebat Albert Einstein pun mengungkapkan rahasia kecerdasannya, yakni “Imajinasi lebih penting dari pengetahuan.”
Imbalan langsung dari bermain game membuat siswa ketagihan bermain game. Jika belajar di kelas langsung mendapat imbalan, seperti siswa TK atau PAUD. Nama siswan di tempel di dinding. Ketika siswa melakukan hal baik, dibelakang namanya diberi bintang. Ini salah satu bentuk imbalan langsung.
Selain ketiga hal di atas, sering kali pressure (tekanan) sebuah game memiliki ukuran masing-masing, menggunakan level 1 (mudah) sampai level tertinggi (sulit). Tetapi di ruang kelas, guru memberikan tekanan (ancaman) yang selalu tinggi.
Bagiamana membuat Pembelajaran Geosains Menarik, Seperti Game?
- Perhatikan terjadinya Proses Belajar
Selama ini seorang guru langsung mengharapkan siswa untuk belajar. Guru jarang atau bahkan tidak pernah berusaha menumbuhkan motivasi belajar, siswa juga tidak menguatkan motivasi dari dalam dirinya.
Padahal belajar merupakan sebuah proses, yang di awali dengan adanya motivasi. Tanpa motivasi dari dalam diri siswa, ditambah motivasi dari guru dan orang tua, mustahil siswa akan belajar.
Setelah itu, adakan keterikatan antara siswa dan guru. Ini bisa dimaknai sebagai peraturan yang dibuat dalam kesepakatan antara guru dan siswa. Jadi tidak bisa sekehendak guru, dan suka-suka siswa. Harus mengedepankan prinsip kemajuan bersama.
Tentu siswa yang tidak bisa menunjukkan komitmen dalam keterikatan, akan keluar dari permainan (game).

- Perhatikan Umpan Balik, Progres, dan Rewards
Sering kali siswa tidak mendapatkan umpan balik yang mereka kerjakan. Bahkan beberapa guru sama sekali tidak mengoreksi tugas siswa. Ini yang perlu dirubah. Agar pembelajaran menyenangkan, sesegera mungkin tugas dari siswa harus mendapat umpat balik dari guru.

Siswa harus tahu progresnya (kemajuannya) dalam belajar. Progres dapat dilakuan dengan melakukan uji kompetensi ataupun tunamen antar siswa. Jika dilakukan dengan uji kompetensi berati menggunakan Penialain Acuan Patokan (PAP), sedangkan jika dilakukan dengan turnamen berarti menggunakan Penilaian Acuan Norma (PAN).
Progres ini juga dapat dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap siswa. Mengajak siswa berdialog dari hati ke hati akan memberikan gambaran, apakah siswa sudah paham benar tentang kemajuan belajarnya.
Pemberian reward tidak harus berupa materi. Reward dapat diberi dalam bentuk pujian, menampilkan profil dan pencapaian siswa di Sosial Media Sekolah, ataupun bentuk penghargaan yang lain.
Daftar Bacaan:
Harits Ar Rosyid. 2020. Gamifikasi Dalam Pembelajaran. Disampaikan dalam Webinar yang diselenggarakan Program Pascasarjana Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang.
https://serc.carleton.edu/introgeo/games/whatis.html

Transformasi pendidikan dimulai dari kita. Sahabatnya siswa dalam belajar.