BELAJAR PENDEKATAN KELINGKUNGAN (ECOLOGICAL APPROACH)

Gambar 1. Contoh Penerapan Pendekatan Ekologi
Sumber: https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0215796

Sebelum kita mempelajari pendekatan ekologi, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu tentang ekologi. Istilah ekologi mempunyai arti ilmu yang mempelajari keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya (Worster, 1977).

Dalam perkembangannya ilmu ekologi terbagi menjadi tiga arah (fokus) (Yunus, 2008). Pertama, fokus pada analisis kerterkaitan atau interaksi antar organisme dan juga dengan lingkungan biotik dan abiotiknya serta bagaimana akibat yang ditimbulkannya. Kedua, fokus pada scientific ecology (sub disiplin biologi). Ketiga, berkaitan dengan masalah politik dan kebijakan publik, serta dikaitkan dengan norma-norma yang berkembang di masyarakat.

Geografiawan harus membatasi dirinya dalam melakukan analisis ekologi, karena keterbatasan akademik yang dipunyai ilmu Geografi. Diharapkan geografiawan tidak terjebak dalam “scientific ecology” karena itu bukan ranahnya.

Sebagai contoh, geografiawan tidak perlu dan tidak akan mampu menjawab rumusan masalah “Mengapa populasi badak di Ujung Kulon menurun?” pertanyaan semacam ini cocok dijawab oleh ahli scientific ecology, karena modal pengetahuan yang mereka miliki mumpuni.

Pendekatan ekologi seperti apa yang cocok dalam disiplin geografi?

Perlu diingat bahwa geografi merupakan ilmu yang “human oriented” dalam konsep tersebut mengandung makna bahwa manusia dan kegiatan manusia selalu menjadi fokus analisis dalam keterkaitanya dengan lingkungan biotik, abiotik, maupun lingkungan sosial, ekonomi, ataupun kulturlnya (Dangan and Troop, 1995).

Manusia dalam hal tersebut di atas tidak boleh diartikan sebagai makhluk hidup semata yang sama dengan makhluk hidup lainnya (hewan dan tumbuhan), namun manusia diartikan sebagai sosok yang dikaruniai daya cipta, rasa, karsa, dan karya (Makhluk yang berbudi daya) (Yunus, 2008).

Jadi pendekatan ekologi yang dimaksud dalam ilmu geografi ialah analisis mengenai interelasi antara manusia dan atau kegiatannya dengan lingkungan(Yunus, 2008). Dalam analisis ini yang dipelajari adalah hubungan dalam wilayah geografis tertentu (ruang), bukan variasi spasial antar wilayah (Holt-Jensen, 2009).

Jika pendekatan spasial memiliki sembilan tema, maka pendekatan ekologi memiliki empat tema, yaitu;

Human behaviour – environment theme of analysis

Human activity (performance) – environment theme of analysis

Physico natural features (performance) – environment theme of analysis

Physico features (performance) – environment theme of analysis

Sama dengan tema yang ada pada pendekatan spasial, seorang geografiawan tidak harus menggunakan keempat tema yang ada dalam menelaah suatu fenomena geosfer.

Tema Human behaviour – environment theme of analysis

Analisis dalam tema ini berfokus pada perilaku manusia, baik perilaku sosial, perilaku ekonomi, perilaku kultural dan bahkan perilaku politik, baik manusia sebagai individu atau komunitas tertentu.

Contoh, ada masyarakat di daerah dekat hutan lindung yang selalu menebangi kayu pada hutan lindung. Dengan tema Human behaviour – environment theme of analysis analisisnya akan berupaya mencari jawaban mengenai apa latar belakang hal tersebut, bagaimana prosesnya, apa dampak yang ditimbulkan, serta bagaimana mengatasinya.

Gambar 2. Berladang
Sumber: https://nasional.kontan.co.id/news/menjaga-tradisi-berladang-sungai-utik

Tema Human activity (performance) – environment theme of analysis

Analisis dalam tema ini ditekankan pada kinerja dari bentuk-bentuk kegiatan manusia. Jadi kegiatan manusialah yang menjadi fokus pada tema ini. Jika tema pertama tadi menyangkut attitude, maka pada tema ini berkaitan dengan external performance.

 Kegiatan terkait dengan tindakan manusia dalam dalam menyelenggarakan kehidupan sedimikian rupa, seperti kegiatan pertanian, pertambangan, industri, perumahan, pariwisata, dan lain sebagainya. Sedangkan perilaku berkaitan dengan sifat batiniah dan persepsi.

Contoh, negara maju melakukan kegiatan pertanian secara modern dan menjadikan negara tersebut sebagai eksportir produk pertanian (Amerika Serikat dengan apel dan jeruk), sedangkan pertanian di negara berkembang tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negerinya sehingga perlu impor (Indonesia impor jagung).

Analisis dalam tema ini jika digunakan untuk menguraikan fenomena di atas ialah dengan cara mengungkapkan faktor-faktor internal (yang berkaitan dengan pertanian) dan faktor-faktor eksternal (yang merupakan elemen-elemen lingkungan) selanjutnya dilakukan analisis mendalam. Model penelitian SWOT, dapat diterapkan pada fenomena seperti ini.

Gambar 3. Pertanian di Negara Maju
Sumber: https://nttbangkit.com/belajar-dari-kemajuan-jepang-jadi-raksasa-industri-pertanian-paling-unggul-di-dunia/

Tema Physico natural features (performance) – environment theme of analysis

Analisis ini menekankan pada keterkaitan antara kenampakan fisik alami dengan elemen-elemen lingkungannya.

Contoh, sebuah sungai menunjukkan adanya polusi air yang mengakibatkan banyak ikan (biota) di sungai tersebut mati. Gejala menurunya kualitas sungai dapat ditelusuri dengan menganalisis faktor internal (sungai itu sendiri) seperti pH airnya, kandungan polutan dalam air dan lain sebagainya, dikaitkan dengan faktor eksternal (yang ditimbulkan manusia  yang hidup disekitar sungai) dalam hal ini berkaitan dengan penggunaan lahan di sekitar sungai, industri yang membuang limbah ke sungai, dan lain sebagainya.

Penelitian tersebut diharapkan dapat menemukan jawaban, mengapa terjadi penurunan kualitas sungai, seorang geografiawan juga dituntut mampu mencari solusi secara preventif, kuratif dan inovatif untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberi saran kepada masyarakat yang ada disekitaran sungai.

Gambar 4. Tercemarnya Air Sungai Mengakibatkan Ikan Mati
Sumber: https://news.harianjogja.com/read/2018/07/22/500/929412/diduga-tercemar-limbah-pabrik-puluhan-ikan-di-mukomuko-mati

Tema Physico features (performance) – environment theme of analysis

Analisis ini menekankan mengenai keterkaitan antara kenampakan fisik budayawi (buatan manusia) dengan elemen lingkungan dimana obyek kajian berada.

Contoh, suatu daerah permukiman tertentu yang semula tidak terjadi penggenangan namun pada akhir-akhir ini terjadi penggenangan sehingga mengakibatkan terjadinya deteriorisasi lingkungan yang hebat. Kompleks permukiman merupakan bentukan artifisial yang bersifat fisikal. Dalam hal ini peneliti dapat bertitik tolak dari faktor-faktor internal (permukiman itu sendiri) dan juga faktor-faktor eksternal (di luar permukiman tersebut) yang diperkirakan mempunyai keterkaitan erat dengan munculnya penggenangan.

Apakah terdapat perubahan iklim khususnys curah hujan, perubahan alur sungai, kondisi laut, kerusakan hutan, penambahan luas pengerasan permukaan tanah yang berakibat bertambahnya run off, hilangnya kantong-kantong penampung air karena faktor alami atau faktor non alami (kebijakan pembangunan yang salah) dan lain sebagainya. Dengan meneliti keterkaitan antara permukiman dan faktor-faktor lingkungannya dapat diketahui penyebab utamanya dan sekaligus geografiwan akan mampu memberikan masukan tentang berbagai alternatif pemecahannya.

Gambar 5. Pembangunan Yang Tidak Memperhatikan Daya Dukung Lingkungan  Menyebabkan Banjir
Sumber: http://terra-image.com/banjir-balkan-dari-citra-satelit/

Daftar Pustaka:

Dangana, L and Tropp, C. 1995. “Human Ecology and and Environmental Ethics”. In M.Archia and S.Tropp (eds.) Environmental Management: Issues and Solution. Chichester: John Wiley and Sons.

Holt-Jensen, A. 2009. Geography History and Concepts : A Student’s Guide. London: SAGE

Yunus, H.S. 2008. Konsep dan Pendekatan Geografi: Memaknai Hakekat Keilmuannya. Makalah disampaikan dalam Sarasehan Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Geografi Indonesia pada tanggal 18-19 Januari 2008 di Fakultas Geografi UGM Yogyakarta.

Worster, D. 1977. Nature’s Economy: A History of Ecological Ideas. Cambridge: Cambridge University Press

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *